Inilah Kiat Menulis dan Menerbitkan Buku
BECAK SIANTAR - Inilah Kiat Menulis dan Menerbitkan Buku. Postingan kali ini mengenai Kiat Menulis dan Menerbitkan Buku yang telah di rilis dan di tulis oleh seorang pria yang sudah menjadi orang tua dari dua anak. Arie Saptaji nama lengkapnya Kelahiran 5 Juli 1969. Saya sendiri pun banyak belajar dari beliau. Nah... bagi kawan-kawan ingin belajar dan fokus untuk menulis, sebaiknya simaklah mengenai Kiat Menulis dan Menerbitkan Buku di bawah ini. (Tulisan ini sudah pernah dimuat di blog Catatan Arie Saptaji, silahkan berkunjung langsung dan temukan tulisan-tulisan beliau yang memberikan inspirasi buat kita. Lihat : disini untuk informasi lebih lanjut mengenai Blog Arie Saptaji).
Inilah Kiat Menulis dan Menerbitkan Buku
"Saya ingin membuat sebuah buku dan seorang anak, sebab hanya dengan cara itulah kita bisa mengatasi kematian: benda yang terbuat dari kertas dan benda yang terbuat dari daging. Permainan cinta semata-mata, hanya demi kenikmatan belaka, merupakan hal yang tolol; tidak ada hasil yang bisa diperoleh dari hal itu. Tetapi kematian saya bisa mempunyai makna kalau seseorang menggantikan saya dan meneruskan kehidupan saya. Dan saya menulis buku, bukan untuk memperoleh sukses sekarang, tetapi dengan harapan bahwa seribu tahun yang akan datang buku itu paling tidak masih masuk dalam daftar kepustakaan atau dalam catatan kaki.”---Umberto Eco
Menulis untuk melampiaskan perasaan. Menulis untuk menuangkan gagasan. Menulis untuk menyebarkan informasi. Menulis untuk berbagi pengalaman hidup. Menulis untuk bersenang-senang. Menulis untuk mencari uang. Begitulah berbagai motivasi orang mencebur ke dalam dunia kepenulisan.
Tulisan kita dapat menjadi jembatan komunikasi untuk menyapa khalayak dalam taraf yang melampaui daya jangkau tubuh jasmani kita. Tulisan itu juga dapat melintasi waktu, menjadi jembatan pemahaman antargenerasi, menjadi warisan dan prasasti hidup kita. Pepatah Latin mengatakan, ”Verba volant, scripta manent---Ucapan terbang, tulisan menetap.”
Belakangan ini dunia perbukuan mengalami perkembangan yang menggairahkan. Pengarang dan penulis buku lebih leluasa mengungkapkan gagasan dan pikirannya. Penerbit-penerbit baru bermunculan, ratusan judul buku baru terbit setiap bulannya, dan minat baca masyarakat pun ditengarai meningkat. Kondisi ini merupakan peluang yang patut dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh mereka yang berminat untuk terjun ke dalam dunia kepenulisan.
Tulisan ini secara khusus akan menyoroti persoalan menggali dan mengembangkan ide menulis buku, serta bagaimana menawarkan naskah buku tersebut kepada penerbit untuk dipublikasikan.
Menggali dan Mengembangkan Ide
“Sukses itu terdiri atas 1% bakat dan 99% keringat.”---Thomas A. Edison
”Bagi penulis cerpen langkah pertama ialah menulis, langkah kedua ialah menulis, langkah ketiga ialah menulis."---Kuntowijoyo
Ide berserakan di sekitar kita. Kita masing-masing sebenarnya juga memiliki bahan berupa gagasan, pengalaman, kisah, imajinasi, atau keahlian yang layak dituangkan dalam bentuk buku. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana ’menjinakkan’ dan mengelola ide itu serta mewujudkannya menjadi sebuah karya tulis.
Ada orang yang begitu duduk di depan meja tulis langsung lancar menulis sampai karyanya selesai. Sebaliknya, ada yang malah seperti blank, tidak tahu mesti menulis apa. Yang lain lagi kaya dengan ide, namun hanya sebatas wacana, ia tidak kunjung meluangkan waktu atau ragu-ragu untuk mulai menulis.
Kalau kita berharap menjadi orang jenis pertama---mendapatkan ilham cemerlang dari langit, lalu dengan mulus menuliskannya menjadi karya yang gemilang---barang kali sampai Lebaran kucing pun kita tak akan menghasilkan apa-apa. Orang seperti itu amat sangat langka. Selebihnya, sebagian besar orang menekuni dunia kepenulisan dengan melewati kerja keras, dengan ketekunan, dan semangat pantang menyerah. Dengan kata lain, keterampilan menulis adalah kemampuan yang harus terus-menerus diasah dan dikembangkan.
Adapun untuk mengembangkan ide kita menjadi buku, kita perlu memahami tahap-tahap penulisan. Berikut ini tahap penulisan yang lazim ditempuh seorang penulis untuk menyusun buku.
A. Perencanaan
Perencanaan seperti peta yang kita bentangkan untuk menunjukkan arah perjalanan yang hendak kita tempuh. Kita membayangkan hasil akhir buku yang kita rencanakan. Dengan demikian, kita tidak akan tersesat dalam perjalanan dan memotivasi semangat kita untuk mencapai tujuan.
Perencanaan mencakup pemilihan tema, penetapan tujuan penulisan, dan perancangan strategi yang akan digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Yang perlu diingat, perencanaan ini bukan sekadar aktivitas berpikir. Sebaliknya, kita sudah mulai menuangkan ide yang hendak kita garap itu ke atas kertas atau ke dalam program pengolah kata. Menurut John M. Lannon, banyak penulis berpengalaman melakukan perencanaan paling produktif setelah mereka mulai menulis. Perencanaan, bagi mereka tidak melulu berpikir dan kemudian menulis, melainkan berpikir-dalam-menulis. Kita bisa mencorat-coret secara kasar gagasan kita---menulis bebas, entah sudah berbentuk paragraf atau baru berupa ”peta ide”.
Tips Memilih Tema
Apa yang saya ketahui tentang tema ini?
Apakah saya menguasai tema ini, atau paling tidak dapat mempelajarinya?
Dari mana bahan-bahan saya peroleh---pengalaman langsung, pengamatan, atau bacaan?
Bagaimana pengetahuan saya dapat memberikan perspektif yang segar pada pembaca?
Apa fokus dari tema saya?
Apakah tema saya terlalu umum (bernafsu mencakup semua hal)?
Bagaimana membatasi tema saya menjadi lebih detail sehingga saya dapat membahasnya secara tuntas?
Apa yang penting dalam tema saya?
Nilai penting apa yang terkandung dalam tema saya?
Apakah ada gagasan segar dan inovatif yang akan membantu pembaca?
Apa yang menarik dari tema saya?
Apakah saya sungguh-sungguh tertarik pada tema ini?
Biasanya saya tertarik pada tema apa?
Mampukah saya menarik perhatian pembaca dengan tulisan saya?
Apakah tema ini bisa saya kelola?
Bisakah saya menulis tema ini dalam bentuk tertentu dan dengan jumlah halaman tertentu?
Apakah saya merasa memahami dan menguasai tema saya, ataukah saya masih bingung?
Apakah tema saya terlalu rumit?
Bagaimana saya bisa mengendalikannya?
B. Penyusunan
Penyusunan dapat dimulai dengan pembuat kerangka karangan untuk memperjelas arah penulisan kita. Kerangka karangan menunjukkan garis besar alur pemikiran dan batasan topik yang hendak kita bahas. Hal ini menolong kita agar tidak melantur tak tentu arah sewaktu menulis.
Dengan adanya kerangka karangan, kita juga jadi lebih mudah untuk mencari bahan acuan yang relevan. Ibaratnya seperti koki, setelah ia memilih resep tertentu, kini ia menyiapkan bahan-bahan dan perlengkapan untuk mengolahnya.
Berikutnya, tugas kita adalah mengembangkan kerangka karangan, ”menempelkan daging” pada tulang kerangka yang telah kita siapkan. Kita menguraikan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam kerangka karangan tersebut secara terperinci dan selengkap mungkin. Dalam hal ini, kita perlu menjaga konsistensi agar penulisan kita tidak melantur.
Dalam tahap, Anda dapat ”mengalir”, menuangkan gagasan anda secara spontan dan leluasa. Anda tidak perlu menulis secara urut; Anda bisa menulis dari bagian-bagian yang Anda anggap menarik atau bahannya lebih lengkap.
C. Perbaikan
Perbaikan atau penulisan ulang adalah tugas penulis, bukan tugas editor. Setelah tulisan anda selesai, cobalah mengendapkan atau ”menyimpan”-nya selama beberapa waktu. Hal ini dimaksudkan agar penulis dapat bersikap lebih obyektif terhadap hasil karyanya, memeriksa kekurangan yang ada dalam tulisannya, dan selanjutnya melakukan perbaikan yang diperlukan.
Poin-poin yang perlu diperhatikan dalam perbaikan adalah kejelasan, konsistensi, kebenaran, kerapian bahasa, koherensi, ketelitian fakta dan data. Kita bisa memeriksa, misalnya, apakah gaya bahasa kita sudah sesuai dengan sasaran pembaca yang kita tuju.
Penulisan ulang mematangkan tulisan kita sehingga kita mendapatkan kepuasan yang optimal---jangan sampai sesudah tulisan terbit, kita kecewa menemukan adanya kesalahan yang belum sempat diperbaiki. Penulisan ulang juga memastikan bahwa tulisan kita layak dibaca dan dapat memperkaya publik. Dan akhirnya, penulisan ulang yang dilakukan secara profesional juga memperbesar peluang untuk membuat editor jatuh hati pada tulisan kita.
Menghubungi dan Menembus Penerbit
Setelah buku kita rampung, ada beberapa alternatif untuk menerbitkannya. Kita bisa menghubungi penerbit, yang secara kasar bisa dibedakan menjadi penerbit besar dan penerbit kecil. Atau, kita bisa melakukan self-publishing (penerbitan swadaya). Masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Kita hanya akan membahas hubungan dengan penerbit ini, bukan self-publishing.
Kalau menghubungi penerbit besar, proses seleksi dan penerbitan cenderung berlangsung lama karena penerbit bersangkutan menerima banyak naskah setiap bulannya. Keuntungannya, penerbit besar memiliki brand yang lebih dikenal publik, jaringan distribusi dan sistem administrasi yang relatif lebih mantap.
Sebaliknya, penerbit kecil menawarkan proses seleksi dan penerbitan yang relatif lebih cepat. Tak jarang mereka juga menawarkan royalti yang lebih tinggi.
Saat mengirimkan naskah ke penerbit kita perlu memperhatikan kelengkapan naskah, yang bisa terdiri atas:
a. penjudulan (judul dan subjudul)
b. pembukaan (kata pengantar, sekapur sirih, persembahan)
c. daftar isi (susunan bab)
d. penutup (endorsement, testimoni, tentang penulis)
e. bibliografi dan indeks
f. foto, gambar, bagan
g. product knowledge---penjelasan singkat isi buku, keunggulannya, sasaran pembacanya
Setiap penerbit memiliki kriteria yang berbeda dalam penerimaan naskah. Kita bisa mempelajari ”selera” penerbit melalui buku-buku yang mereka terbitkan, dan kemudian memilih penerbit yang sesuai dengan naskah kita.
Namun, ada sejumlah kriteria umum yang berlaku bagi semua penerbit, antara lain:
a. Dari sisi pemasaran, naskah mempunyai segmen pembaca yang jelas dan luas.
b. Naskah buku berpotensi laku keras di pasaran.
c. Buku berisi hal-hal baru yang menarik perhatian publik.
d. Memiliki keunikan dan kelebihan dibandingkan dengan buku sejenis yang sudah terbit.
e. Kualitas penulisan dan bahasanya bagus, sistematis, aktual, disertai data-data yang lengkap (foto, ilustrasi, tabel, diagram, dsb).
f. Naskah memiliki segi kemanfaatan yang tinggi bagi pembaca.
g. Memiliki judul yang menarik, memancing, dan sugestif.
h. Dari sisi produksi, naskah mudah diproduksi dan tidak memberatkan dari segi biaya cetak.
Nah, selamat menulis! Selamat menerbitkan buku! ***
Daftar Bacaan
Sumber : Catatan Arie Saptaji
Inilah Kiat Menulis dan Menerbitkan Buku
"Saya ingin membuat sebuah buku dan seorang anak, sebab hanya dengan cara itulah kita bisa mengatasi kematian: benda yang terbuat dari kertas dan benda yang terbuat dari daging. Permainan cinta semata-mata, hanya demi kenikmatan belaka, merupakan hal yang tolol; tidak ada hasil yang bisa diperoleh dari hal itu. Tetapi kematian saya bisa mempunyai makna kalau seseorang menggantikan saya dan meneruskan kehidupan saya. Dan saya menulis buku, bukan untuk memperoleh sukses sekarang, tetapi dengan harapan bahwa seribu tahun yang akan datang buku itu paling tidak masih masuk dalam daftar kepustakaan atau dalam catatan kaki.”---Umberto Eco
Arie Saptaji - Penulis / Foto : Ist |
Tulisan kita dapat menjadi jembatan komunikasi untuk menyapa khalayak dalam taraf yang melampaui daya jangkau tubuh jasmani kita. Tulisan itu juga dapat melintasi waktu, menjadi jembatan pemahaman antargenerasi, menjadi warisan dan prasasti hidup kita. Pepatah Latin mengatakan, ”Verba volant, scripta manent---Ucapan terbang, tulisan menetap.”
Belakangan ini dunia perbukuan mengalami perkembangan yang menggairahkan. Pengarang dan penulis buku lebih leluasa mengungkapkan gagasan dan pikirannya. Penerbit-penerbit baru bermunculan, ratusan judul buku baru terbit setiap bulannya, dan minat baca masyarakat pun ditengarai meningkat. Kondisi ini merupakan peluang yang patut dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh mereka yang berminat untuk terjun ke dalam dunia kepenulisan.
Tulisan ini secara khusus akan menyoroti persoalan menggali dan mengembangkan ide menulis buku, serta bagaimana menawarkan naskah buku tersebut kepada penerbit untuk dipublikasikan.
Menggali dan Mengembangkan Ide
“Sukses itu terdiri atas 1% bakat dan 99% keringat.”---Thomas A. Edison
”Bagi penulis cerpen langkah pertama ialah menulis, langkah kedua ialah menulis, langkah ketiga ialah menulis."---Kuntowijoyo
Ide berserakan di sekitar kita. Kita masing-masing sebenarnya juga memiliki bahan berupa gagasan, pengalaman, kisah, imajinasi, atau keahlian yang layak dituangkan dalam bentuk buku. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana ’menjinakkan’ dan mengelola ide itu serta mewujudkannya menjadi sebuah karya tulis.
Ada orang yang begitu duduk di depan meja tulis langsung lancar menulis sampai karyanya selesai. Sebaliknya, ada yang malah seperti blank, tidak tahu mesti menulis apa. Yang lain lagi kaya dengan ide, namun hanya sebatas wacana, ia tidak kunjung meluangkan waktu atau ragu-ragu untuk mulai menulis.
Kalau kita berharap menjadi orang jenis pertama---mendapatkan ilham cemerlang dari langit, lalu dengan mulus menuliskannya menjadi karya yang gemilang---barang kali sampai Lebaran kucing pun kita tak akan menghasilkan apa-apa. Orang seperti itu amat sangat langka. Selebihnya, sebagian besar orang menekuni dunia kepenulisan dengan melewati kerja keras, dengan ketekunan, dan semangat pantang menyerah. Dengan kata lain, keterampilan menulis adalah kemampuan yang harus terus-menerus diasah dan dikembangkan.
Adapun untuk mengembangkan ide kita menjadi buku, kita perlu memahami tahap-tahap penulisan. Berikut ini tahap penulisan yang lazim ditempuh seorang penulis untuk menyusun buku.
A. Perencanaan
Perencanaan seperti peta yang kita bentangkan untuk menunjukkan arah perjalanan yang hendak kita tempuh. Kita membayangkan hasil akhir buku yang kita rencanakan. Dengan demikian, kita tidak akan tersesat dalam perjalanan dan memotivasi semangat kita untuk mencapai tujuan.
Perencanaan mencakup pemilihan tema, penetapan tujuan penulisan, dan perancangan strategi yang akan digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Yang perlu diingat, perencanaan ini bukan sekadar aktivitas berpikir. Sebaliknya, kita sudah mulai menuangkan ide yang hendak kita garap itu ke atas kertas atau ke dalam program pengolah kata. Menurut John M. Lannon, banyak penulis berpengalaman melakukan perencanaan paling produktif setelah mereka mulai menulis. Perencanaan, bagi mereka tidak melulu berpikir dan kemudian menulis, melainkan berpikir-dalam-menulis. Kita bisa mencorat-coret secara kasar gagasan kita---menulis bebas, entah sudah berbentuk paragraf atau baru berupa ”peta ide”.
Tips Memilih Tema
Apa yang saya ketahui tentang tema ini?
Apakah saya menguasai tema ini, atau paling tidak dapat mempelajarinya?
Dari mana bahan-bahan saya peroleh---pengalaman langsung, pengamatan, atau bacaan?
Bagaimana pengetahuan saya dapat memberikan perspektif yang segar pada pembaca?
Apa fokus dari tema saya?
Apakah tema saya terlalu umum (bernafsu mencakup semua hal)?
Bagaimana membatasi tema saya menjadi lebih detail sehingga saya dapat membahasnya secara tuntas?
Apa yang penting dalam tema saya?
Nilai penting apa yang terkandung dalam tema saya?
Apakah ada gagasan segar dan inovatif yang akan membantu pembaca?
Apa yang menarik dari tema saya?
Apakah saya sungguh-sungguh tertarik pada tema ini?
Biasanya saya tertarik pada tema apa?
Mampukah saya menarik perhatian pembaca dengan tulisan saya?
Apakah tema ini bisa saya kelola?
Bisakah saya menulis tema ini dalam bentuk tertentu dan dengan jumlah halaman tertentu?
Apakah saya merasa memahami dan menguasai tema saya, ataukah saya masih bingung?
Apakah tema saya terlalu rumit?
Bagaimana saya bisa mengendalikannya?
B. Penyusunan
Penyusunan dapat dimulai dengan pembuat kerangka karangan untuk memperjelas arah penulisan kita. Kerangka karangan menunjukkan garis besar alur pemikiran dan batasan topik yang hendak kita bahas. Hal ini menolong kita agar tidak melantur tak tentu arah sewaktu menulis.
Dengan adanya kerangka karangan, kita juga jadi lebih mudah untuk mencari bahan acuan yang relevan. Ibaratnya seperti koki, setelah ia memilih resep tertentu, kini ia menyiapkan bahan-bahan dan perlengkapan untuk mengolahnya.
Berikutnya, tugas kita adalah mengembangkan kerangka karangan, ”menempelkan daging” pada tulang kerangka yang telah kita siapkan. Kita menguraikan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam kerangka karangan tersebut secara terperinci dan selengkap mungkin. Dalam hal ini, kita perlu menjaga konsistensi agar penulisan kita tidak melantur.
Dalam tahap, Anda dapat ”mengalir”, menuangkan gagasan anda secara spontan dan leluasa. Anda tidak perlu menulis secara urut; Anda bisa menulis dari bagian-bagian yang Anda anggap menarik atau bahannya lebih lengkap.
C. Perbaikan
Perbaikan atau penulisan ulang adalah tugas penulis, bukan tugas editor. Setelah tulisan anda selesai, cobalah mengendapkan atau ”menyimpan”-nya selama beberapa waktu. Hal ini dimaksudkan agar penulis dapat bersikap lebih obyektif terhadap hasil karyanya, memeriksa kekurangan yang ada dalam tulisannya, dan selanjutnya melakukan perbaikan yang diperlukan.
Poin-poin yang perlu diperhatikan dalam perbaikan adalah kejelasan, konsistensi, kebenaran, kerapian bahasa, koherensi, ketelitian fakta dan data. Kita bisa memeriksa, misalnya, apakah gaya bahasa kita sudah sesuai dengan sasaran pembaca yang kita tuju.
Penulisan ulang mematangkan tulisan kita sehingga kita mendapatkan kepuasan yang optimal---jangan sampai sesudah tulisan terbit, kita kecewa menemukan adanya kesalahan yang belum sempat diperbaiki. Penulisan ulang juga memastikan bahwa tulisan kita layak dibaca dan dapat memperkaya publik. Dan akhirnya, penulisan ulang yang dilakukan secara profesional juga memperbesar peluang untuk membuat editor jatuh hati pada tulisan kita.
Menghubungi dan Menembus Penerbit
Setelah buku kita rampung, ada beberapa alternatif untuk menerbitkannya. Kita bisa menghubungi penerbit, yang secara kasar bisa dibedakan menjadi penerbit besar dan penerbit kecil. Atau, kita bisa melakukan self-publishing (penerbitan swadaya). Masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Kita hanya akan membahas hubungan dengan penerbit ini, bukan self-publishing.
Kalau menghubungi penerbit besar, proses seleksi dan penerbitan cenderung berlangsung lama karena penerbit bersangkutan menerima banyak naskah setiap bulannya. Keuntungannya, penerbit besar memiliki brand yang lebih dikenal publik, jaringan distribusi dan sistem administrasi yang relatif lebih mantap.
Sebaliknya, penerbit kecil menawarkan proses seleksi dan penerbitan yang relatif lebih cepat. Tak jarang mereka juga menawarkan royalti yang lebih tinggi.
Saat mengirimkan naskah ke penerbit kita perlu memperhatikan kelengkapan naskah, yang bisa terdiri atas:
a. penjudulan (judul dan subjudul)
b. pembukaan (kata pengantar, sekapur sirih, persembahan)
c. daftar isi (susunan bab)
d. penutup (endorsement, testimoni, tentang penulis)
e. bibliografi dan indeks
f. foto, gambar, bagan
g. product knowledge---penjelasan singkat isi buku, keunggulannya, sasaran pembacanya
Setiap penerbit memiliki kriteria yang berbeda dalam penerimaan naskah. Kita bisa mempelajari ”selera” penerbit melalui buku-buku yang mereka terbitkan, dan kemudian memilih penerbit yang sesuai dengan naskah kita.
Namun, ada sejumlah kriteria umum yang berlaku bagi semua penerbit, antara lain:
a. Dari sisi pemasaran, naskah mempunyai segmen pembaca yang jelas dan luas.
b. Naskah buku berpotensi laku keras di pasaran.
c. Buku berisi hal-hal baru yang menarik perhatian publik.
d. Memiliki keunikan dan kelebihan dibandingkan dengan buku sejenis yang sudah terbit.
e. Kualitas penulisan dan bahasanya bagus, sistematis, aktual, disertai data-data yang lengkap (foto, ilustrasi, tabel, diagram, dsb).
f. Naskah memiliki segi kemanfaatan yang tinggi bagi pembaca.
g. Memiliki judul yang menarik, memancing, dan sugestif.
h. Dari sisi produksi, naskah mudah diproduksi dan tidak memberatkan dari segi biaya cetak.
Nah, selamat menulis! Selamat menerbitkan buku! ***
Daftar Bacaan
- Agustina Wijayani, Rewriting (Penulisan Ulang), makalah, disampaikan dalam Sekolah Penulisan ”Gloria”, Yogyakarta, Juli-Agustus 2008.
- Anwar Holid, ”Menjaga Api Semangat Menulis,” Republika, Minggu, 27 Juli 2008.
- Bayu Probo, Berpikir dalam Menulis, makalah, disampaikan dalam Sekolah Penulisan ”Gloria”, Yogyakarta, Juli-Agustus 2008.
- Edy Zaqeus, Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller, Yogyakarta: Gradiens Books, 2005.
- Purnawan Kristanto, Menggali dan Menemukan Ide Penulisan, makalah, disampaikan dalam Sekolah Penulisan ”Gloria”, Yogyakarta, Juli-Agustus 2008.
Sumber : Catatan Arie Saptaji
loading...
hmmm pngen jdi penulis puisi ni,udh jdi bukunya dlm file komp cm bngung mw kirim ke penerbit mana (ada 40 halaman yg berisi 40 puisi+1 profil pnulis) komen back yaw gan
ReplyDeletesaya kesini gak sia sia, karena disini artikelnya bagus.. ^_^
ReplyDelete#Salam hangat dari Yousake NKRI