Header Ads

Semua Tentang Batak - Batak Network

"Trah-isme" dan Demokrasi di Indonesia

BECAK SIANTAR - Perkembangan politik Indonesia tampaknya akan mengalami pemunduran dalam konsolidasi demokrasi sebagai tujuan reformasi. Salah satu infikasinya adalah kecenderungan muncul kembalinya gagasan atau ide sentralisasi dan dominasi kekuasaan dalam parpol melalui jalur keluarga atau trah. Trahisme, katakanlah demikian, merupakan kultur politik feodal yang secara diametral bertentangan ddengan nilai dasar demokrasi yang menjadi dasar negara RI. Ide trahisme ini memang ada legitimasi kulturalnya dalam masyarakat tradisional dan jika digabung dengan otoriterisme, maka akan tampil seakan-akan legitimate dan sesuai dengan budaya politik nasional.

"Trah-isme" dan Demokrasi di Indonesia
Net
Puan Maharani

Trahisme sedang dikembangkan justru oleh sementara elit PDIP, parpol yang memenangi baik Pileg maupun Pilpres 2014. Memang gagasan ini belum tentu hegemonik atau menjadi paradigma dominan di parpol yang dipimpin mantan Presiden RI ke 5, Megawati Soekarnopitri (MS) itu. Tetapi karena interlocutor atau penyuara gagadan trahisme tersebut adalah figur-figur elit partai yang juga sangat berpengaruh dan punya posisi strategis, tentu gemanya akan besar dan bisa jadi akan menjadi makin kuat ketika partai ini berkuasa nanti. Penyuara trahisme tak lain adalah Sejen PDIP, Tjahjo Kumolo (TK), dan Ketua Fraksi FPDIP serta putri MS, Puan Maharani (PM). Keduanya terrang-terangan menyatakan bahwa Ketum DPP PDIP harus keturunan Bung Karno (BK). (Lihat Laman http://rmol.co/, Rabu, 24/09/2014, dengan Judul: Ketum harus Keturunan Bung Karno, Puan Maharani Kunci Kesempatan Tokoh Lain). Alasan kedua tokoh tersebut tentu mudah ditebak: untuk menjaga spirit ideologi partai, Soekarnoisme, kesatuan, keutuhan, dan soliditasnya.

Prof. Muhammad AS Hikam
Penulis
Prof. Muhammad AS Hikam
Secara superfisial, alasan-alasan seperti itu tentu masuk akal. Dan bisa jadi menurut pemahaman anggota dan elit partai juga seperti itu. Bahkan fakta bahwa selama beberapa dasawarsa terakhir ini, PDIP mampu bertahan dan menjadi besar sebagai parpol adalah karena dipegang pemimpin yang kuat dan kharismatik serta 'tahan banting' yaitu MS. Namun secara substantif, bagi saya, trahisme adalah setback bagi partai PDIP, bangsa, dan demokrasi di negeri ini.

Mengapa demikian?

  1. Trahisme jelas merupakan pengejawantahan budaya feodal yang merupakan anti-tesis dari budaya demokrasi yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945;
  2. Trahisme tidak akan memberikan kesempatan bagi sebuah proses perkembangan demokrasi dalam parpol dan juga masyarakat Indonesia yang sangat heterogen;
  3. Trahisme akan menciptakan sebuah sistem politik tertutup khusunya dalam rekrutmen pemimpin yang berkualitas;
  4. Konsolidasi demokrasi akan berbalik menjadi konsolidasi otoriterisme dalam jangka panjang apabila trahisme digunakan sebagai paradigma; dan
  5. Trahisme berlawanan total dengan realitas Indonesia yang pluralis secara geografis, demografis, dan budaya.

Saya berharap nalar sehat dan visi konstitusionalisme akan unggul di PDIP, sebuah partai yang menjadi salah satu pengawal dan sekaligus penggerak demokrasi di negeri ini. [ASHikam]

Penulis: Prof. Muhammad AS Hikam, Rabu, 24 September 2014 dalam Akun Facebook Pribadi.
loading...

No comments

Berkomentarlah Sesuai Topik. Jangan pasang link atau link tersembunyi di dalam komentar, karena akan kami hapus (pilih Name/URL bila ingin menuliskan URL / Link anda). Kami tidak betanggung jawab Isi komentar anda, oleh karena itu, berlakulah sopan.

Powered by Blogger.