Header Ads

Semua Tentang Batak - Batak Network

Sitor Situmorang, Penyair Besar Indonesia, Telah Tiada

BECAKSIANTARDOTCOM - Penyair besar dan prolific itu kini telah tiada. Sitor Situmorang (1923-2014) telah berpulang dalam usia 91 th di rumahnya, Apeldoorn, Belanda. Indonesia kembali kehilangan salah seorang putra terbaiknya yang telah mengharumkan nama bangsa dan negara lewat karya-karya sastranya dan mendapat pengakuan dunia.

Sitor, demikian nama populer di kalangan sastrawan, menulis lebih dari 800 puisi, belum lagi essay, kritik, dll yang menunjukkan betapa produktifnya beliau kendati usia telah semakin senja. Saya mengenal Sitor lewat puisi beliau yang paling kontroversial berjudul "Malam Lebaran" yang isinya hanya satu baris itu ("Bulan diatas kuburan") ketika masih mahasiswa plonco di UGM. Bagi saya, kendati hanya satu baris, puisi ini sangat impresionistik dan tak pernah hilang pengaruhnya kala membacanya. Sayangnya, saya belum punya rejeki bisa bertemu beliau secara pribadi sampai beliau dipanggil oleh Tuhan. Hanya tetesan airmata saya, sebagai seorang pengagum dan pecinta, yang mengiringi kepergian beliau. Selamat jalan, Horas Bapatua Situmorang. Ars longa, vita brevis! (Demikian Prof. Muhammad AS Hikam menulis dalam Akun Facebooknya).

Sitor Situmorang, Penyair Besar Indonesia, Telah Tiada
Sitor Situmorang (1923-2014)
Sitor Situmorang
Sitor Situmorang adalah wartawan, sastrawan, dan penyair Indonesia. Ayahnya adalah Ompu Babiat Situmorang yang pernah berjuang melawan tentara kolonial Belanda bersama Sisingamangaraja XII. Beliau lahir di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 2 Oktober 1923 dan meninggal di Apeldoorn, Belanda, 21 Desember 2014 pada umur 91 tahun.

Riwayat Hidup
Sitor dilahirkan dengan nama Raja Usu. Dia menempuh pendidikan pendidikan di HIS di Balige dan Sibolga serta MULO di Tarutung kemudian AMS di Batavia (kini Jakarta). Pada tahun 1950-1952, Sitor sempat berkelana ke Amsterdam dan Paris. Selanjutnya, ia memperdalam ilmu memperdalam ilmu sinematografi di Universitas California pada tahun 1956-57.

Waktu kelas dua SMP, Sitor berkunjung ke rumah abangnya di Sibolga dan menemukan buku Max Havelaar karya Multatuli.l Buku itu selesai dibaca dalam 2-3 hari tanpa putus, walau penguasaan bahasa Belandanya belum memadai. Isi buku menyentuh kesadaran kebangsaannya. Ia menerjemahkan sajak Saidjah dan Adinda dari Max Havelaar ke dalam bahasa Batak. Sejak itu, minat dan pehatian terhadap sastra makin tumbuh, dan dibarengi aspirasi "kelak akan menjadi pengarang".

A. Teeuw menyebutkan bahwa Sitor Situmorang menjadi penyair Indonesia terkemuka setelah meninggalnya Chairil Anwar. Sitor menjadi semakin terlibat dalam ideologi perjuangan pada akhir tahun 1950-an dan awal 1960-an, sebagai pengagum Presiden Soekarno, benar-benar melepaskan kesetiaanya kepada Angkatan '45 khususnya Chairil Anwar, pada masa ini.

Ia pernah menetap di Singapura (1943), Amsterdam (1950-1951), Paris (1951-1952), dan pernah mengajar bahasa Indonesia di Universitas Leiden, Belanda (1982-1990) dan bermukim di Islamabad, Pakistan (1991) dan Paris.

Pada 21 Desember 2014, Sitor meninggal dunia pada usia 91 tahun di Apeldoorn, Belanda

Pekerjaan
Sitor memulai karirnya sebagai wartawan Harian Suara Nasional (Tarutung, 1945-1946) dan Harian Waspada (Medan, 1947). Selanjutnya, ia menjadi koresponden di Yogyakarta (1947-1948), Berita Indonesia, dan Warta Dunia (Jakarta, 1957). Ia pernah menjadi pegawai Jawatan Kebudayaan Departemen P & K, dosen Akademi Teater Nasional Indonesia (Jakarta), anggota Dewan Nasional (1958), anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mewakili kalangan seniman, anggota Badan Pertimbangan Ilmu Pengetahuan (1961-1962), dan Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional (1959-1965). Pada masa pemerintahan Orde Baru, Sitor dipenjara sebagai tahanan politik di Jakarta mulai dari tahun 1967-1974.

Karya-karya Sitor Situmorang
Kumpulan cerpennya Pertempuran dan Salju di Paris (1956) mendapat Hadiah Sastra Nasional (1955) dan kumpulan sajak Peta Perjalanan memperoleh Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta 1976.

Karya-karya Sitor Situmorang:
  • Surat Kertas Hijau, kumpulan puisi (1954)
  • Jalan Mutiara, drama (1954)
  • Dalam Sajak, kumpulan puisi (1955)
  • Wajah Tak Bernama, kumpulan puisi (1956)
  • Rapar Anak Jalang (1955)
  • Zaman Baru, kumpulan puisi (1962)
  • Pangeran, kumpulan cerpen (1963)
  • Sastra Revolusioner, kumpulan esai (1965)
  • Dinding Waktu, kumpulan puisi (1976)
  • Sitor Situmorang Sastrawan 45, Penyair Danau Toba, otobiografi (1981)
  • Danau Toba, kumpulan cerpen (1981)
  • Angin Danau, kumpulan puisi (1982)
  • Bunga di Atas Batu, kumpulan puisi (1989)
  • Toba na Sae (1993) dan Guru Somalaing dan Modigliani Utusan Raja Rom, sejarah lokal (1993).
  • Rindu Kelana, kumpulan puisi (1994)
Sitor juga menerjemahkan karya asing ke dalam bahasa Indonesia, yakni: Sel, terjemahan drama karya William Saroyan (1954) dan Hikayat Lebak karya Rob Nieuwenhuys (1977).

Referensi: Catatan Prof. Muhammad AS Hikam dan Wikipedia Indonesia

loading...

No comments

Berkomentarlah Sesuai Topik. Jangan pasang link atau link tersembunyi di dalam komentar, karena akan kami hapus (pilih Name/URL bila ingin menuliskan URL / Link anda). Kami tidak betanggung jawab Isi komentar anda, oleh karena itu, berlakulah sopan.

Powered by Blogger.